Rabu, 18 November 2009

Psikologi Pesan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Ada seorang psikolog fisiologis (psikolog yang mempelajari pengaruh tubuh terhadap perilaku manusia) yang menemukan hal yang aneh. Pada waktu dirangsang Amygdalanya-bagian otak pada sistem limbik kiri-denagan arus listrik 5mili amper, seorang pasien yang loyo tiba-tiba menjadi agresif. Suaranya berubah dan tubuhnya bergetar marah. Ketika stimulasi listrik diturunkan menjadi 4 mili amper, sikap wanita itu berubah; ia tersenyum dan menyesali sikap kasar yang baru dilakukannya. H.E. King (1961), demikian nama psikolog ini, akhirnya mengetahui bahwa kita dapat menggerakan orang lain dengan merangsang salah satu bagian otaknya.
Jose Delgado (1969) kemudian menghabiskan bertahun-tahun untuk mengembangkan alat-alat stimulasi yang dapat merangsang otak. Dengan menggunakan transdermal stimoceiver yang ditanamkan pada otak pasien, dari jauh Delgado dapat menggerakan tingkah laku orang: mengubah dari agresif menjadi tenang atau sebaliknya, dari gembira menjadi sedih atau sebaliknya. Dengan yakin, Delgado berkata, “predictable behavioural and mental responses may be induced manipulation of the brain.”(perilaku dan response mental yang dapat diamalakan, dapat diinduksikan degan manipulasi otak secara langsung).
Delgado bekerja keras untuk mengidentivikasi daerah pada otak manusia, membuat peta otak, mengembangkan alat-alat elektronis halus;semua untuk mengendalikan dan menggerakan manusia. Padahal setiap manusia telah dikarunia kemampuan untuk menggerakan orang lain dari jarak jauh-remote control-tanpa harus menggunakan jarum-jarum elektris atau “push button radio device.”betulkah kita semua memiliki alat untuk mengendalikan orang lain?”
Betul, kata George A.Miller, prodesor psikolinguistik dari Rockefeller University. Ia menulis, “kini ada seperangkat perilaku yang dapat mengendalikan pikiran dan tindakan orang lain secara paksa. Teknik mengendalikan ini dapat menyebabkan anda melakukan sesuatu yang tidak terbayangkan. Anda tidak dapat melakukannya tanpa adanya teknik itu.Teknik itu dapat mengubah pendapat dan keyakinan, dapat digunakan untuk menipu anda, dapat membuat anda gembira dan sedih, dapat memasukan gagasan-gagasan baru kedalam kepala anda, dapat memuat anda menginginkan sesuatu yang tidak anda miliki. Anda pun bahkan dapat menggunakannya untuk mengendalikan diri anda sendiri. Teknik ini adalah alat yang luar biasa perkasanya dan dapat digunakan untuk apa saja.”(Miller, 1974:4)
Teknik ini tidak ditemukan oleh psikolog, tidak berasal dari pemberian makhluk halus, tidak juga diperoleh secara parapsikologis atau lewat ilmu klenik. Teknik ini telah dilmiliki oleh manusia sejak prasejarah. Teknik pengendalian perilaku orang lain ini lazim disebut bahasa.(Psikologi Komunikasi-Jalaludin Rachmat)
Dari kutipan buku Psikologi Komunikasi karya Jalaludin Rachmat dapat kita pahami bahwa bahasa memiliki kekuatan yang sangat besar untuk mempengaruhi seorang manusia.Bahasa merupakan sebuah alat komunikasi universal yang dapat menghubungkan manusia satu dengan manusia lainnya. Seperti yang telah diutarakan pada kutipan diatas bahwa bahasa memiliki kekuatan untuk menyampaikan sebuah pesan kepada orang lain.
Untuk itu, dengan melihat pentingnya peranan bahasa sebagai alat penyampai pesan maka kita perlu mempelajari bagaimana pesan itu tersampaikan baik secara mekanis maupun psikologis.Pada bab ini, akan diulas mengenai psikologi pesan itu sendiri. Mengapa sebuah pesan mampu mempengaruhi manusia.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan psikologi?
2. Apa yang dimaksud dengan pesan?
3. Apa yang dimaksud dengan psikologi pesan?
4. Mengapa kita harus mempelajari psikologi pesan?

1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan psikologi
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pesan
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan psikologi pesan
4. Untuk mengetehui manfaat mempelajari psikologi pesan






















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Apakah psikologi itu?
Sejarah
Psikologi adalah ilmu yang tergolong muda (sekitar akhir 1800an.) Tetapi, manusia di sepanjang sejarah telah memperhatikan masalah psikologi. Seperti filsuf yunani terutama Plato dan Aristoteles. Setelah itu St. Augustine (354-430) dianggap tokoh besar dalam psikologi modern karena perhatiannya pada intropeksi dan keingintahuannya tentang fenomena psikologi. Descartes (1596-1650) mengajukan teori bahwa hewan adalah mesin yang dapat dipelajari sebagaimana mesin lainnya. Ia juga memperkenalkan konsep kerja refleks. Banyak ahli filsafat terkenal lain dalam abad tujuh belas dan delapan belas—Leibnits, Hobbes, Locke, Kant, dan Hume—memberikan sumbangan dalam bidang psikologi. Pada waktu itu psikologi masih berbentuk wacana belum menjadi ilmu pengetahuan.
Dalam perkembangan ilmu psikologi kemudian, ditandai dengan berdirinya laboratorium psikologi oleh Wundt (1879) Pada saat itu pengkajian psikologi didasarkan atas metode ilmiah (eksperimental) Juga mulai diperkenalkan metode intropeksi, eksperimen, dsb. Beberapa sejarah yang patut dicatat antara lain:
F. Galton > merintis test psikologi.
Charles Darwin > memulai melakukan komparasi dengan binatang.
A. Mesmer > merintis penggunaan hipnosis
Sigmund Freud > merintis psikoanalisa
Psikologi memiliki tiga fungsi sebagai ilmu yaitu:
Menjelaskan
Yaitu mampu menjelaskan apa, bagaimana, dan mengapa tingkah laku itu terjadi. Hasilnya penjelasan berupa deskripsi atau bahasan yang bersifat deskriptif.
Memprediksikan
Yaitu mampu meramalkan atau memprediksikan apa, bagaimana, dan mengapa tingkah laku itu terjadi. Hasil prediksi berupa prognosa, prediksi atau estimasi.
Pengendalian
Yaitu mengendalikan tingkah laku sesuai dengan yang diharapkan. Perwujudannya berupa tindakan yang sifatnya prevensi atau pencegahan, intervesi atau treatment serta rehabilitasi atau perawatan.
2.2 Apakah pesan itu?
Definisi Pesan
Menurut teori komunikasi Lasswell “Who Says What in Which Channel to Whom and With What Effect”. Pada kata Says What, itu merupakan makna tersirat dari pesan yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal atau non verbal yang mewakili perasaan, nilai gagasan, atau maksud sumber tadi. Pesan mempunyai tiga komponen makna, dan bentuk atau organisasi pesan. Simbol terpenting adalah kata-kata (bahasa) yang dapat merepresentasikan objek (benda), gagasan, dan perasaan baik ucapan (perkataan, wawancara, diskusi, ceramah) atau tulisan (surat, artikel,essay, novel, puisi, famplet, dsb). Unsur pesan (says what) merupakan analisis bahan untuk isi.

Jenis-jenis Pesan
Pesan Verbal
Pesan verbal atau pesan linguistik adalah pesan yang digunakan dalam komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai media. Pesan verbal ditransmisikan melalui kombinasi bunyi-bunyi bahasa dan digunakan untuk menyatakan pikiran, perasaan dan maksud. Dengan kata lain, pesan verbal adalah pesan yang diungkapkan melalui bahasa, yang menggunakan kata-kata sebagai representasi realitas atau makna.
Sebagaimana halnya dengan sistem komunikasi yang lain, pesan dalam komunikasi verbal disampaikan melalui dua jenis sinyal, yakni tanda-tanda (signs) dan simbol-simbol (Krauss, 2002). Tanda-tanda adalah sinyal yang memiliki hubungan sebab (causal) dengan pesan yang diungkapkan. Sebagai contoh, kita mengatakan bahwa jika seseorang meringis hal itu berarti dia sedang merasa kesakitan, karena rasa sakit merupakan sebuah penyebab mengapa orang meringis. Simbol-simbol merupakan produk konvensi sosial. Oleh karena itu maknanya didasarkan pada kesepakatan yang dibuat oleh para pengguna atau penutur. Sebagai contoh, bagi orang Indonesia, kumpulan bunyi yang menghasilkan kata “rumah” bermakna bangunan yang digunakan manusia sebagai tempat tinggal karena memang disepakati demikian. Tidak ada alasan intrinsik mengapa konsep “bangunan yang digunakan manusia sebagai tempat tinggal” tidak diungkapkan dengan kata yang lain, dan mengapa konsep tersebut diungkapkan dengan sekumpulan bunyi bahasa yang berbeda.
Pesan Nonverbal
Secara sederhana, pesan nonverbal didefinisikan sebagai semua tanda atau isyarat yang tidak berbentuk kata-kata. Samovar dan Proter (dalam Mulyana, 2007: 343), secara lebih spesifik, mendefinisikannya sebagai “semua ransangan (kecuali ransangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh indivdu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima.” Jadi, pesan nonverbal mencakup seluruh perilaku yang tidak berbentuk verbal yang disengaja atau tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan. Berdiam diri juga merupakan pesan nonverbal jika hal itu memberi makna bagi pengirim atau penerima. Devito (2002: 134) menegaskan: “You communicate nonverbally when you gesture, smile or frown, widen your eyes, move your chair closer to someone, wear jewelry, touch someone, or raise your vocal volume—and when someone receives these signals. Even if you remained silent and someone attributed meaning to your silence, communication would have taken place”.
Dalam komunikasi interpersonal, secara umum, penyampaian maksud (makna) akan berlangsung efektif bila komunikator memadukan kedua bentuk pesan tersebut. Bahkan dalam rangka mengkomunikasikan perasaan, pesan nonverbal berperan lebih dominan. Penelitian Mehrabian (dalam Beebe dkk., 1999: 214) mengungkapkan bahwa 55% pesan berbentuk emosi disampaikan melalui saluran ekstralinguistik, 38% melalui saluran paralinguistik dan hanya 7% melalui saluran verbal. Oleh karena itu, untuk menjamin efektivitas penyampaian pesan dalam komunikasi interpersonal, interaksi antara pesan verbal dan nonverbal harus diberdayakan.
Untuk menjelaskan esensi interaksi pesan verbal dan nonverbal dalam penyampaian makna, Devito (1995: 175-176) menguraikan enam fungsi pesan nonverbal dalam komunikasi interpersonal. Pertama, fungsi aksentuasi, yang digunakan untuk membuat penekanan pada bagian tertentu pesan nonverbal, komunikator sering menggunakan pesan nonverbal, seperti meaninggikan nada suara atau menggebrak meja. Kedua, fungsi komplemen, yang digunakan untuk menyampaikan nuansa tertentu yang tidak dapat diutarakan melaui pesan verbal, pembicara akan menggunakan pesan nonverbal. Sebagai contoh, dia akan akan mengerenyitkan kening dan menggelengkan kepala untuk melengkapi pesan “Saya tidak setuju!” yang telah disampaikannya melalui pesan verbal. Ketiga, fungsi fungsi kontradiksi, yang digunakan untuk mempertentangkan pesan verbal dengan pesan nonverbal dalam rangkan mencapai maksud tertentu. Misalnya, untuk menunjukkan bahwa dia hanya ‘berpura-pura’, pembicara dapat mengedipkan mata sewaktu mengucapkan pernyataan tertentu. (pesan nonverbal). Keempat, fungsi regulasi, yang digunakan untuk menunjukkan bahwa komunikator ingin mengatakan sesuatu, dengan cara membuat isyarat tangan atau mencondongkan tubuh ke depan. Kelima, fungsi repetisi, yang digunakan untuk mengulangi maksud yang disampaikan melalui pesan verbal, seperti “Kamu menerima lamarannya?” dengan menaikkan alis mata dan menunjukkan ekspresi wajah tidak percaya. Keenam, fungsi substitusi, yang digunakan untuk mengganti pesan verbal tertentu seperti “Saya tidak setuju” dengan pesan nonverbal berupa gelengan kepala.
Tinjauan Psikologis Terhadap Peran Pesan Nonverbal
Mengingat perannya yang begitu penting dalam penyampaian makna, diperlukan pemahaman yang baik tentang dimensi psikologis, khususnya permasalahan tentang bagaimana pesan nonverbal dapat mendukung atau menghambat efektivitas komunikasi. Pemahaman tentang hal ini diharapkan dapat membantu dalam melaksanakan komunikasi secara efektif. Untuk tujuan ini, uraian Leathers (dalam Rahmat, 2005: 287-289) tentang enam alasan mengapa pesan nonverbal sangat penting dapat dijadikan sebagai acuan.
Pertama, faktor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal. Dalam setiap komunikasi tatap muka, secara sadar atau tidak, komunikator banyak menyampaikan pesan-pesan nonverbal. Sebaliknya, komunikate lebih banyak “membaca” pikiran komunikator melalui petunjuk-petunjuk nonverbal. Sebagai contoh, ketika seorang pria mengetahui lamarannya untuk memperistri gadis pujaannya ditolak, dia mungkin mengatakan, “Ya, sudah. Tidak jadi masalah”, namun ekspresi wajah dan tatapan matanya mungkin menunjukkan kekecewaan yang sangat mendalam.
Kedua, perasaan dan emosi terungkap lebih cermat melalui pesan non-verbal daripada pesan verbal. Bila pesan verbal lebih sesuai digunakan untuk menyampaikan fakta, ilmu, atau keadaan, pesan nonverbal lebih potensial untuk menyatakan perasaan (Mulyana, 2007: 349). Kenyataan inilah yang membuat seseorang mengalami kesulitan untuk mengungkapkan kerinduan terhadap pacarnya melalui surat dibandingkan melalui pertemuan langsung. Melalui surat, akan sulit baginya menggambarkan debaran jantung, getaran suara, dan kesayuan tatapan mata karena memendam rindu. Sedangkan melalui pertemuan langsung semua hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
Ketiga, pesan nonverbal menyampaikan makna (maksud) yang relatif bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang dimodifikasi secara sadar, kecuali oleh actor-aktor yang terlatih. Oleh karena itu, komunikator biasanya lebih jujur ketika berkomunikasi melalui pesan nonverbal; dan sebaliknya, komunikate lebih percaya pada pesan nonverbal daripada pesan nonverbal. Dalam situasi komunikasi “double-binding”—ketika pesan verbal bertentangan dengan pesan nonverbal—orang bersandar pada pesan nonverbal. Ketika seorang dosen mengatakan dia memiliki waktu untuk berdiskusi dengan mahasiswa tapi kemudian berkali-kali melihat arlojinya, sang mahasiswa biasanya akan segera mendeteksi bahwa sang dosen tidak memiliki waktu.
Keempat, pesan nonverbal memiliki fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Pesan metakomunikatif berfungsi memberikan informasi tambahan untuk memperjelas maksud. Hal itu dilakukan dengan memberdayakan fungsi aksentuasi, repetisi, subsitusi, kontradiksi, dan komplemen pesan nonverbal bagi pesan verbal.
Kelima, pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan dengan pesan verbal. Pesan verbal sering mengandung redundansi (penggunaan lebih banyak lambing daripada yang dibutuhkan), repetisi, ambiguitas dan abstraksi. Akibatnya, pesan nonverbal cenderung lebih efisien dalam hal penggunaan waktu.
Keenam, pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat. Dalam situasi tertentu, kita perlu mensugesti (mengungkapkan saran, gagasan atau emosi secara tersirat). Hal ini biasanya paling efektif disampaikan melalui pesan nonverbal. Sebagai contoh, mensugesti anak kecil untuk membuang sampah pada tempatnya paling efektif dilakukan melalui keteladanan.
Karakteristik Pesan
Disamping karakteristik makna, pemahaman tentang karakteristik pesan juga sangat dibutuhkan sebagai landasan untuk mengetahui bagaimana makna disalurkan melalui pesan oleh komunikator kepada komunikate. Berikut ini merupakan uraian tentang lima karakteristik pesan yang diadaptasi dari penjelasan Devito (1995: 178-186). Pemahaman yang baik tentang bagaimana makna disalurkan melalui pesan oleh komunikator kepada komunikate diharapkan dapat memampukan kita mengontrol pesan yang kita sampaikan kepada orang lain.
Pesan berbentuk paket
Pada saat berkomnikasi, seluruh bagian sistem komunikasi—alat-alat ucap dan bagian-bagian tubuh yang mengungkapkan pesan nonverbal—biasanya bekerjasama untuk menyampaikan suatu kesatuan makna (unified meaning). Ketika seseorang mengungkapkan kemarahan dengan kata-kata, getaran dan volume suara, ekspresi wajah, sorot mata, dan sikap tubuhnya juga memancarkan pesan kemarahan itu. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pesan selalu diungkapkan dalam satu paket gabungan antara unsur-unsur verbal dan nonverbal. Paket pesan ini biasanya dianggap sebagai hal yang wajar sehingga tidak begitu diperhatikan komunikate kecuali dia mendeteksi adanya double-bind messages, atau kontradiksi antara pesan verbal dan pesan nonverbal yang digunakan. Respon yang diberikan seorang suami kepada istrinya yang bertanya, “Baju baruku ini cantik, nggak, pa?” (sambil berputar-putar di depan cermin) dengan mengatakan, “Ya, cantik sekali!” (tapi tetap asik membaca Koran dan tidak menoleh sedikitpun) merupakan sebuah contoh pesan double-bind. Dalam kasus ini, meskipun pesan verbal yang disampaikan bersifat positif, pesan nonverbalnya bersifat negatif. Mendeteksi pesan-pesan yang kontradiktif itu, secara otomatis akan mendorong komunikate untuk mempertanyakan kredibilitas dan ketulusan komunikator.
Pesan double-binding disebabkan oleh niat untuk mengkomunikasikan dua perasaan atau emosi sekaligus (Beier dalam Devito, 1995: 180). Dalam kasus respon suami di atas, sebagai contoh, sang suami berniat menyampaikan persetujuaannya bahwa baju itu cantik, namun pada saat yang sama dia juga ingin mengungkapkan kekesalannya karena sang istri terlalu sering membeli baju baru, atau karena hal-hal lain.
Pesan dibentuk dengan menggunakan kaidah tertentu
Setiap pesan yang dibentuk dan diungkapkan dengan menggunakan kaidah-kaidah tertentu. Pesan verbal dibentuk dan digunakan dengan mengikuti aturan-aturan gramatika dan pragmatik yang berlaku dalam bahasa itu. Pesan nonverbal juga dibentuk dan diungkapkan berdasarkan seperangkat norma atau peraturan yang menggariskan tingkah-laku nonverbal apa yang sesuai, diizinkan, atau diharapkan dalam situasi sosial tertentu. Karena norma yang berlaku dalam setaip masyarakat berbeda-beda, pesan nonverbal tertentu mungkin saja mengungkapkan makna yang berbeda-beda. Daftar berikut menjelaskan makna beberapa ungkapan nonverbal yang dianggap tabu dalam beberapa budaya yang berbeda.
Mengedipkan mata dianggap tidak sopan di Taiwan.
Melipat kedua tangan di atas dada dianggap tidak terhormat di Fiji.
Melambaikan tangan dianggap kasar atau vulgar di Nigeria dan Yunani.
Menaikkan jari jempol dianggap kasar di Australia.
Di Mesir, mendempetkan kedua jari telunjuk berarti ada pasangan sedang tidur bersama atau si komunkator mengajak komunikate tidur bersama.
Menunjuk dengan jari telunjuk dianggap tidak sopan di beberapa negara Timur Tengah.
Membungkukkan tubuh tidak serendah tuan rumah di Jepang mengungkapkan sang tamu merasa lebih superior.
Pesan disampaikan dalam tingkat kelangsungan yang variatif
Sebagian pesan disampaikan secara langsung dan sebagian lagi secara tidak langsung. Pesan langsung ditandai oleh adanya pernyataan langsung mengenai preferensi atau keinginan komunikator, sedangkan dalam pesan tidak langsung si pembicara berupaya menyuruh pendengarnya mengatakan atau melakukan sesuatu tanpa menyatakannya secara eksplisit. Salah satu contoh pesan langsung adalah ketika seseorang melirik arloji untuk menyatakan dia harus segera pergi.
Pesan tidak langsung biasanya digunakan untuk menyatakan sebuah keinginan tanpa terkesan memaksa atau untuk meminta pujian dengan cara yang sopan. Akan tetapi, pesan tidak langsung juga bisa menimbulkan beberapa resiko, yakni kesalahpahaman atau ketidakjelasan. Bahkan, berbeda dengan pesan langsung yang memberi kesan terbuka dan jujur, pesan tidak langsung kadang-kadang member kesan tidak jujur dan manipulatif.
Pesan bervariasi dalam tingkat kepercayaan
Terdapat dua alasan mengapa komunikate cenderung lebih mempercayai makna yang terungkap melalui pesan nonverbal ketika dia mendeteksi konflik antara pesan verbal dan nonverbal yang dikirim komunikator. Pertama, pesan verbal lebih mudah dipalsukan. Kedua, pesan nonverbal terbentuk diluar kendali kesadaran individu.
Sinyal nonverbal biasanya dapat digunakan untuk menebak apakah pembicara berbohong atau tidak. Sinyal-sinyal itu juga sangat membantu untuk mengungkapkan kebenaran yang dicoba ditutup-tutupi oleh kebohongan yang dideteksi. Beberapa contoh sinyal yang menunjukkan seseorang sedang berbohong adalah: sering terlihat ragu-ragu dan lebih banyak menggunakan jeda yang panjang; bnyak melakukan kesalahan pengucapan, jarang tersenyum, merespon dengan jawaban-jawaban singkat, seperti “ya” dan “tidak”; banyak menggunakan gerakan tubuh yan tidak perlu; sering mengalihkan pandangan dari pendengar dalam waktu yang cukup lama (Devito, 1995: 185).
Pesan dapat digunakan dalam metakomunikasi
Seperti telah dijelaskan pada bagian Tinjauan Psikologis Terhadap Peran Pesan Nonverbal di atas, pesan nonverbal memiliki fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Pesan metakomunikatif berfungsi memberikan informasi tambahan untuk memperjelas maksud. Hal itu dilakukan dengan memberdayakan fungsi aksentuasi, repetisi, subsitusi, kontradiksi, dan komplemen pesan nonverbal bagi pesan verbal.

2.3 Apakah psikologi pesan itu?
Pesan merupakan bagian dari proses komunikasi. Pesan memiliki kekuatan untuk mengubah perilaku seseorang. Oleh karena itu, pesan memiliki kekuatan psikologis tersendiri sehingga dapat merubah perilaku orang lain.

2.4 Manfaat mempelajari psikologi pesan
Manfaat mempelajari psikologi pesan bagi seorang guru TIK dan Perekayasa Pembelajaran
Setelah membaca apa yang telah diungkapkan diatas, psikologi pesan banyak memberikan manfaat bagi seorang Guru TIK dan Perekayasa Pembelajaran. Bagi guru TIK, mempelajari psikologi pesan akan mempermudah dalam proses pembelajaran di kelas. Dengan mengetahui psikologi pesan, seorang guru TIK akan mampu menyampaikan pelajaran di kelas secara efektif dan efisien.
Bagi seorang Perekayasa Pembelajaran sendiri, psikologi pesan dapat diaplikasikan dalam merancang sebuah pembelajaran ataupun pelatihan. Agar pembelajaran atau pelatihan itu dapat berjalan dengan efektif dan efisien.Selain untuk mendesain sebuah pembelajaran atau pelatihan, seorang perekayasa dapat membuat sebuah media pembelajaran dengan mempertimbangkan psikologi pesan yang akan disampaikan melalui media pembelajaran tersebut.
Bagi guru Tik maupun Perekayasa Pembelajaran, pengetahuan mengenai psikologi pesan dapat dimanfaatkan sebagai penunjang profesi masing-masing.













BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Psikologi dan pesan merupakan dua kata yang berbeda, namun dalam dunia komunikasi kedua kata tersebut dapat menjadi komponen yang penting. Pesan merupakan ide, gagasan, atau perasaan yang akan disampaikan kepada komunikan. Pesan merupakan senjata utama dalam mengubah perilaku komunikan, seperti pada tujuan komunikasi sendiri yaitu merubah perilaku atau persepsi yang terlihat melalui respon komunikan itu sendiri. Oleh karena itu, pesan merupakan aspek penting dan harus diperhatikan aspek psikologisnya. Karena aspek psikologis itulah yang menjadi senjata agar pesan mampu mencapai tujuan komunikasi.
3.2 Saran
Bagi pembaca, khusunya bagi guru TIK dan Perekayasa Pembelajaran materi mengenai psikologi pesan harus terus diperdalam guna menunjang profesi sebagai guru TIK dan Perekayasa Pembelajaran. Karena baik guru Tik maupun Perekayasa Pembelajaran, secara langsung maupun tidak langsung akan berinteraksi dengan pembelajaran. Dan seperti kita ketahui bersama bahwa proses pembelajaran terkait dengan proses komunikasi. Aspek psikologi dalam komunikasi harus diperhatikan oleh Guru TIK dan Perekayasa Pembelajaran.







DAFTAR PUSTAKA
Rahmat, Jalaludin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Darmawan, Deni.2006.Teori Komunikasi.Bandung:Arum Mandiri Press
www.wikipedia.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar